I-n-d-o-n-e-s-i-a. Rangkaian beberapa huruf tesebut
bukan sekonyong-konyong ada dengan sendirinya. Namun, satu kata tersebut
terbentuk dengan perjuangan, dengan tetesan darah para pejuang di masa silam.
Bukan hanya sehari dua hari, tapi beratus-ratus tahun para pejuang negeri ini
menguras tenaga, pikiran dan darah mereka demi membentuk satu kata tersebut.
Indonesia, sejarah panjang telah tercipta karenanya. Jejak para pejuang telah
terekam jelas di sepanjang jalan-jalan di Indonesia. Suka rela mereka maju di
garis terdepan demi terciptanya kata ‘Indonesia’, demi anak cucu mereka yang
kelak akan bangga dengan satu kata yang mereka persembahkan. Indonesia.
Waktu telah berputar, sejarah
menjadi masa lalu. Kenangan yang sebenarnya tidak boleh terlupakan. Karena
sejarah, manusia ada. Sayang, sejarah perjuangan demi terbentuknya Indonesia
yang sekarang menjadi negeri yang merdeka ini lambat laun tersisih. Sejarah
tentang ‘Ir. Soekarno’ tergantikan dengan sejarah terbentuknya ‘girlband Korea’,
sejarah tentang ‘Perang Diponegoro’ tergantikan dengan sejarah ‘Harlem Shake’,
sejarah tentang lagu ‘Indonesia Raya’ tergantikan sejarah terciptanya lagu-lagu
‘Justin Bieber’, dan sejarah-sejarah lain yang sudah bergeser kedudukannya. Entah
ini salah siapa, yang pasti kedudukan sejarah semakin lama semakin teriris
tipis.
Banyak yang bilang, efek globalisasi
menggerus rasa nasionalisme. Terbukti, semakin derasnya arus informasi yang
masuk dan semakin lancarnya komunikasi antarnegara menjadikan tingkat nasionalisme
rakyat Indonesia meleleh. Sedikit demi sedikit mengikuti trend yang
sedang berkembang di mancanegara.
Gaul. Istilah yang sering digunakan
para pemuda demi mendasari keinginan mereka untuk mengikuti trend yang
sedang mendunia, hingga menyingkirkan sejarah negara mereka sendiri. Ini
menyebabkan budaya dan pemikiran mereka menjadi berhaluan ‘barat’. Bukan
berarti tidak bagus, tapi banyak sisi negatifnya. Budaya barat yang tidak
sesuai dengan budaya ketimuran menyebabkan para pemuda sering dianggap
melupakan tata norma kesantunan dan kesopanan, ciri khas budaya Indonesia.
Pemikiran yang meniru pemikiran barat sebenarnya membawa dampak positif demi
kemajuan individu itu sendiri, tetapi kadang hal tersebut malah menjerumuskan
mereka untuk meninggalkan sejarah, bahkan negara sendiri.
Penyakit
yang dibawa globalisasi pada rakyat Indonesia memang susah sekali untuk
dicegah, apalagi disembuhkan. Semakin hari virusnya semakin menyebar hingga ke
pelosok, seakan-akan bisa menghapus eksistensi sejarah yang hingga kini masih
bertahan meski dalam keadaan tak sekuat dahulu. Memprihatinkan memang, tapi
agaknya dari sekian banyak yang terjangkiti penyakit globalisasi masih ada
beberapa orang yang tetap mempertahankan sejarah Indonesia dalam jiwa mereka. Buktinya,
Sejarah masih menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah. Semoga dengan
adanya mata pelajaran tersebut, para tunas bangsa bisa mengenal negara mereka
lebih dalam lagi. Harapannya mereka bisa sekuat tenaga menjaga keutuhan dan
kemakmuran negara ini, seperti perjuangan para pendahulu mereka yang bersusah
payah membentuk kata ‘Indonesia’ beserta nilai-nilai di dalamnya.
-rdp-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar