Social Icons

Pages

Senin, 10 Juni 2013

About "TA" (3)

Pict.: google

Drama seputar TA gue masih berlanjut. Kemarin gue muter-muter nyari tempat buat penelitian. Yaps, karena TA gue sudah terlanjur pakai nama Badan Pusat Statistik (BPS), akhirnya gue putusin buat pindah ke BPS di kota gue aja (dulunya di karesidenan).

Gue muter-muter hampir satu jam, sebelum akhirnya nemu yang namanya kantor BPS. Nyelip di samping kantor Badan Pertanian dan Ketahanan Pangan di Basuki Rahmat. Wajah aja gue nggak nemu-nemu, orang gue jarang lewat situ. Kalaupun lewat, pasti nggak tengok kanan-kiri ada apa saja.

Pukul sebelas tiga puluh, gue sampai di kantor BPS. Nggak ada orang, sepi. Cuma mbak-mbak yang sedang nunggu kantor, lainnya lagi pada rapat. Gue tanya-tanyalah itu si Mbak. 

"Maaf, kalau boleh tahu, jumlah pegawai di sini berapa ya?" Gue was-was nunggu jawaban dari si Mbak itu.

"Yang di kantor ada 15 orang." Deg... Gue lemas, kayaknya bakal nggak ada hasil.

"Tapi, yang di lapangan ada 19, sekarang sedang sibuk di kecamatan, sensus pertanian." Si Mbak nerusin omongannya.

Rasanya gue udah mau lompat saking senangnya. Thanks God, semoga ini menjadi titik cerah bagi episode drama TA gue.
 

I'm A Muslimat

Pict.: Google
 
I'm a Muslimat. Tapi gue bukan muslimah yang taat. Sholat lima waktu saja masih suka bolong-bolong. Gue nggak munafik, kadang malas menguasai diri hingga kewajiban yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan itu pun lewat begitu saja. Menyesal? Jelas. Tapi, kadang waktu masih terulang saja hal itu. Kebanyakan sih subuh, gara-gara begadang terus paginya kesiangan.

I'm a Muslimat. Gue tau menutup aurat itu wajib, dari ujung kepala hingga ujung kaki, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Tapi, kadang gue masih suka wara-wiri tanpa kerudung. Bahkan, memakai kaus dan celana pendek selutut. Apa gue dosa? Jelas. Entahlah, tapi gue kadang nggak berpikir panjang. Yeah, I'm a Muslimat, tapi muslimah nggak baik, jangan tiru gue!

I'm a Muslimat. Gue sadar, bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mukhrim itu dilarang. Tapi, gue masih saja melanggar. Meski gue nggak pacaran, namun kadang masih berjabat tangan, senggol sana senggol sini dengan kaum adam. Dosa? Kemungkinan besar iya. Gue kuliah di tempat yang mayoritas tak mempersoalkan hal tersebut, jadi gue ikut arus yang ada. Gue bukan muslimah yang baik, jangan tiru gue!

I'm a Muslimat. Bergosip sebenarnya dilarang keras agama gue. Lagi-lagi gue masih suka bergosip. Gue wanita dan punya naluri bergosip lebih tinggi ketimbang kaum adam. Apalagi lingkungan sekitar teramat sangat mendukung. Yes, I'm a gosiper. 

I'm a Muslimat. Gue juga pengen masuk surga. Gue sadar, gue nggak pantes masuk surga. Tapi, kalau disodorin ke neraka, gue nggak bakal sanggup menanggung siksaan di dalamnya. 

Tuhan, I'm a Muslimat. Sama seperti mayoritas penduduk di negara ini. Apa boleh masuk surga? Kalau tidak, tolong jangan tawarkan neraka. :(

Sabtu, 08 Juni 2013

Fan

Pic.: nyomot dari google, belum sempet motoin

Kipas angin. Seperempat hari kemarin gue habisin buat mengurus yang namanya kipas angin. Kipas anginnya sih biasa, tapi perjuangan untuk merakitnya itu yang luar biasa. Gue harus bolak-balik dari rumah ke toko elektronik gara-gara nggak tau cara merakit itu kipas. 

Ceritanya sudah lama kipas angin di rumah gue mati, nah kemarin kebetulan ada sedikit rezeki. Langsung aja ibu gue nyeret gue ke toko elektronik buat beli tuh kipas angin.

"Masa kalau panas harus ribut-ribut cari buku buat kipas-kipas?" Kata Ibu gue merajuk sama Bapak gue.

"Ya udah, ya udah... besok, beli aja sendiri sama anakmu itu." Karena Bapak gue adalah Bapak yang sayang sama istri (baca: takut), langsung deh dikasih tuh duit buat beli kipas angin. 

Waktu di toko elektronik sih nggak ada masalah. Pilih ini itu, ini itu. Dari yang 150 ribuan sampai yang 350 ribuan ada. Dari yang kecil hingga yang besar ada. Dari yang duduk sampai yang berdiri ada. Lengkap. Akhirnya Ibu gue pilih kipas yang besar, yang berdiri dan cukup murah, 250 ribuan. 

Sampai rumah kita bongkarlah itu kipas yang belum dirakit. Gue utak-atik hampir satu jam. Dan selama satu jam itu, gue nggak nemu yang namanya adjusting pipe yang buat menghubungkan antara body dengan stand kipas. 

"Adjusting pipe-nya nggak ada nih, Bu." 

"Hah? Apa?"

"Itu lho, besi yang buat nyambung antara ini dan ini." Gue tunjukin body dan stand. 

"Yakin nggak ada? Coba cari lagi deh! Kali aja nyelip." 

"Nggak ada. Udah dicari dari tadi." 

"Terus gimana dong?" 

"Ya balik aja yuk, Bu. Ke toko tadi," ajakku di siang yang panas dengan matahari yang menyengat menantang. Malas juga sih membayangkan kulit gue di-barbeque siang-siang.

Akhirnya gue dan Ibu gue balik lagi ke toko elektronik. Gue protes dong sama mbak-mbak yang jaga toko.

"Mbak, kok adjusting pipe-nya nggak ada sih? Terus ini pasangnya gimana coba?"

"Ah, kata siapa? Ada kok." Mbak-mbaknya dengan santai aja jawab.

"Beneran. Sini, liat aja deh sendiri." Gue udah keluar tanduknya, gara-gara kesal.

Si mbak-mbak yang jaga toko dengan tenangnya membuka kardus, mengambil stand kipas. Mbak tadi langsung merogoh stand kipas. Dan, wallaaaaa... adjusting pipe-nya ada di dalam stand. Bego. 

Gue malu. Kesel. Pengen nelen itu kipas. Apalagi pas siang itu banyak mata yang menuju ke arah gue. Muka gue udah kayak udang rebus. Gue pun pulang sambil senyum-senyum minta maaf sama mbak-mbak penjaga toko. 

Aaarrrggghhh... kenapa gue sebego itu sih? 

Jumat, 07 Juni 2013

About "TA" (2)

pict.: nyomot dari google

"Ujian TA tanggal 3-4 Juli... pendaftaran paling lambat akhir bulan ini." Tepat pukul 10.17 HP gue menerima SMS seperti itu. Kaget? Iya. Stres? Jelas! 

TA gue baru bab 3. Sampai sejauh ini, belum ada tutorial penggunaan SPSS dari dosen. Mahasiswa mana yang tidak stres jika sebulan lagi sidang, tapi apa itu SPSS saja tidak tahu. Lalu bagaimana? Mungkin ya... mungkin orang pinter SPSS belakang kampus bakal kebanjiran order dari anak-anak adbis kampus gue. Secara satu kelas belum ada yang bisa pakai SPSS. TA-nya tidak buat sendiri dong? Ah, nggak juga, kan bab 1-3 dikerjakan sendiri, hanya SPSS-nya saja yang dibuatkan. Toh, banyak yang begitu. 

Sesaat, gue jadi berpikir kalau gue ini tidak berperike-pendidikan sama sekali. Terus buat apa gue kuliah tiga tahun, kalau mengerjakan SPSS saja harus bayar orang? Tapi, kalau dosen sudah setuju bagaimana? Hitung-hitung membukakan lapangan pekerjaan buat orang lah. Dengan cara begitu, apa benar? Ah, gue jadi benci harus mikir kayak gini. Mending balik cerita soal TA gue yang baru bab 3 dan bulan depan harus siap sidang. 

Sepertinya kalau belajar SPSS saja sih, dua sampai tiga kali pertemuan pasti beres. Masalahnya, gue baru ngeh kalau minimal sampel yang diolah oleh SPSS adalah 30. Sedangkan populasi (dan semua gue tarik jadi sampel) cuma 20 responden. Bagaimana lagi, dong? Dari awal dosen pembimbing tidak nyuruh gue buat ganti tempat penelitian, padahal beliau sudah tahu kalau populasinya hanya 30 dan itu (mungkin) tidak bisa diolah dengan SPSS. Gue maju terus, wong dosennya saja sudah 'acc' kok. Kalau sampai tidak bisa diolah dengan SPSS, ya gue salahin saja dosennya, kenapa dulu 'acc' bab 3 gue. 

Gue stres. Banget. Oh, martabaks come to mama, please! Gue butuh suntikan semangat. Supaya otak gue nggak ngadat. Supaya TA gue jadi lancar. Supaya bulan depan bisa sidang. Supaya gue bisa lulus. Lalu, habis lulus, mau apa? Yes, that's the problem.

Gue resmi nangis!
 
Blogger Templates