Kau,
ya kau yang sudah berdiri tepat di depan pintu itu, perlahan-lahan
mulai mengetuk pintu hatiku. Tanpa kusadari perlahan-lahan kuintip kau
dari balik pintu itu. Kutatap wajahmu yang tampak semu, entah kenapa
terlihat buram. Kutanya apa perlumu, dan kau menjawab ingin singgah. Aku
lantas tersenyum, tapi pintu itu belum juga kubuka untukmu. Lama aku
berdiri di balik pintu itu sambil mendengar celotehmu dan tanpa sadar
aku terhanyut olehmu. Benar-benar gila.
Waktu terus bergulir, kakiku sudah pegal berdiri di balik pintu itu, namun kau belum juga beranjak dari sana. Kau bilang akan terus menunggu sampai aku membukakan pintu itu untukmu. Tentu saja aku merasa sangat tersanjung. Tapi, segera kutepis itu semua. Aku sadar, jika aku membuka pintu itu kau akan terjebak di dalamnya dan tak akan pernah keluar lagi. Aku takut kau akan mati pelan-pelan karena di dalam tersimpan serigala yang sedang kelaparan. Aku takut kau tak akan kuat bertahan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mengunci rapat-rapat pintu itu. Dengan kasar kuusir kau agar menjauh dari situ. Namun apa? Kau tak juga beranjak. Aku putus asa, tak tahu lagi apa yang harus kuperbuat untuk menjauhkanmu dari pintu itu. Akhirnya, akulah yang harus menjauh. Sesaat terasa ada yang hilang dan segeralah sunyi datang menyergap. Tapi, aku harus bertahan meski tenggorokan serasa tercekik.
Beberapa waktu berlalu, aku kembali. Aku
kaget setengah mati ketika mendapatimu masih di depan pintu itu. Masih
dengan senyum yang sama kau berdiri tanpa bergeser sedikitpun dari sana.
Aku bingung, tak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus membuka pintu
itu untukmu dan membiarkan kau menghadapi serigala yang semakin
kelaparan itu? Atau harus aku menjauh dan kembali bercumbu dengan
kesenyapan? Ah, ini benar-benar membuat dilema. Yah, akhirnya kuputuskan
untuk menjauh (lagi) meski kutahu kita akan sama-sama terluka. Tapi,
setidaknya kau masih bisa hidup dan tak harus meregang nyawa di mulut
serigala kelaparan itu.
~RDP~
30-05-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar